Membaca Surat Al-Fatihah merupakan salah satu rukun qauli di dalam shalat. Karena rukun adalah sesuatu yang harus ada dan terpenuhi. Maka bacaan surat alfatihah pun harus terpenuhi syarat-syaratnya ketika dibaca. Tidak terpenuhinya bacaan surat alfatihah akan menjadikan fatihah tersebut rusak, cacat, sehingga berakibat tidak sahnya salat yang dikerjakan.
Hal inilah yang menjadi dasar lembaga pesantren mengajarakan surat alfatihah sebagai hal yang pokok, hal utama. Mengajarkan surat alfatihah tidak singkat, tidak instan, tapi membutuhkan waktu yang sabar dan kesungguhan. Dari mereka ada yang belajar surat alfatihah berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, mereka baru benar bacaan surat alfatihahnya. Berikut adalah syarat membaca surat alfatihah:
- Tertib, yaitu membaca Fatihah sesuai dengan urutan-urutan ayat yang ada.
- Muwalah, membaca Fatihah dengan tidakmelakukan sesuatu yang dapat memisah antara ayat satu danayat berikutnya.Apabila bacaan Fatihah disela-selai oleh dzikir lain yang tidak ada hubungannya dengan sholat, meskipun hanya sedikit, seperti bacaan hamdalah ketika musholli bersin, dan meskipun disunahkan untuk dibaca saat di luar sholat, seperti menjawab muadzin, maka muwalahnya terputus dan wajib mengulangi bacaan Fatihah-nya dan sholatnya tidak batal. Begitu juga dapat memutus muwalah Fatihah adalah apabila bacaan Fatihahnya disela-selai oleh bacaan sholawat atas Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama dan bacaan; Termasuk memutus muwalah bacaan Fatihah adalah bacaan tasbih karena ada orang lain yang meminta izin
- Menjaga huruf-huruf Fatihah (muro’atu hurufiha). Jumlah awal huruf-hurufnya adalah 138 huruf dengan memasukkan alif-alif washol dalam hitungan. Adapun ketika huruf-huruf yang bertasydid dihitung sendiri serta dua alif dari lafadz “Siroto”di dua tempat dan dua alif lafadz “ad doliin” maka jumlahnya menjadi 156 huruf dengan mengikut sertakan alif dalam lafadz “maliki” dan 155 huruf dengan membuang alif-nya. Apabila menggugurkan atau menghilangkan satu huruf saja dari 155 atau 156 huruf tersebut maka sholatnya tidak sah.
- Menjaga tasydid-tasydid Syaikhul Islam berkata dalam kitab Fathul Wahab bahwa kewajiban menjaga tasydid-tasydid Fatihah berdasarkan alasan karena tasydid adalah hai-at (keadaan) huruf-huruf yang ditasydid itu sendiri sehingga kewajiban menjaga huruf-huruf bacaan Fatihah mencakup kewajiban menjaga hai-ahnya.
- Tidak diam lama secara mutlak tanpa udzur ketika membacaFatihah. Sedangkan apabila ada udzur, seperti bodoh, lupa, lalai, atau gagap maka tidak apa-apa.
- Tidak diam sebentar saat membaca Fatihah yang mana menyengaja memutus bacaan dengan diam sebentarnya tersebut. Berbeda apabila ia menyengaja memutus bacaan Fatihah tetapi ia tidak diam maka bacaannya tidak batal. Perbedaan antara tidak batalnya menyengaja memutus bacaan Fatihah dan batalnya menyengaja memutus niat adalah bahwa niat merupakan salah satu rukun sholat yang wajib dilanggengkan secara hukum, sedangkan proses melanggengkan secara hukum
tersebut tidak mungkin terjadi jika disertai dengan niatan memutus. Adapun membaca Fatihah tidak membutuhkan niat tertentu sehingga menyengaja memutusnya pun tidak berpengaruh. - Membaca setiap ayat Fatihah. Termasuk ayat darinya adalah basmalah secara pengamalan hukum, bukan keyakinan (artinya kita hanya wajib membaca basmalah saat membaca Fatihah, bukan kita wajib meyakini bahwa basmalah termasuk dari Fatihah) karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama memasukkan basmalah sebagai bagian dari Fatihah. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Hakim. Mereka berdua menshohihkan hadis tersebut. Tetapnya basmalah secara hukum sebagai salah satu dari ayat Fatihah cukup menurut dzon atau sangkaan, bukan keyakinan. Jumlah ayat Fatihah ada 7 (tujuh). Jumlah kalimahnya ada 29
- Tidak melakukan lahn (kesalahan membaca) yang dapat merusak makna. Istilah lahn menurut Fuqoha mencakup merubah i’rob dan mengganti huruf satu dengan huruf lain. Adapun lahn menurut ulama bahasa dan Nahwu berarti merubah i’rob dan keliru dalam i’rob.
Yang dimaksud dengan “lahn (kesalahan membaca) yang dapat merusak makna” adalah memindah makna kalimah ke makna lain, seperti mendhommah huruf taa dari lafadz “ an amta” dan mengkasrohnya, atau menjadikan kalimah tidak memiliki makna sama sekali.
- Membaca Fatihah dilakukan pada saat rukun berdiri dalam sholat fardhu. Artinya disyaratkan melakukan bacaan Fatihah dengan setiap huruf-hurufnya pada saat berdiri atau gantinya (duduk, tidur miring, berbaring).
- Membaca Fatihah dilakukan pada saat rukun berdiri dalam sholat fardhu. Artinya disyaratkan melakukan bacaan Fatihah dengan setiap huruf-hurufnya pada saat berdiri atau gantinya (duduk, tidur miring, berbaring).
- Bacaan Fatihah tidak disela-selai oleh dzikir lain yang tidak ada hubungannya dengan maslahat sholat, seperti dzikir-dzikir yang telah disebutkan sebelumnya. Berbeda apabila dzikir yang menyela-nyelai Fatihah memiliki hubungan dengan maslahah sholat, seperti bacaan amin karena bacaan imam, bacaan fath. kepada imam meskipun bukan di saat membaca Fatihah.
Bacaan fath kepada imam adalah mengajari ayat kepada imam ketika ia mendadak berhenti saat membaca ayat.
- Disyaratkan juga membaca Fatihah dengan Bahasa Arab, bukan terjemahannya dengan hahasa lain meskipun ia tidak mampu menggunakan Bahasa Arab. Begitu juga pengganti Fatihah harus dengan Bahasa Arab apabila penggantinya itu adalah Quran. Sedangkan apabila penggantinya bukan Quran, alias dzikir atau doa, maka musholli yang tidak mampu menggunakan Bahasa Arab boleh menerjemahkan dengan Bahasa lain.
- Disyaratkan juga dalam bacaan Fatihah adalah bahwa musholli tidak membacanya dengan jenis bacaan syadz (langka) yang dapat merubah makna. Maksud bacaan syadz disini adalah bacaan selain qiroah sab’ah.
- Disyaratkan juga dalam bacaan Fatihah tidak adanya Apabila musholli membaca Fatihah dengan tujuan memuji maka tidak mencukupinya karena adanya shorif yang berupa memuji. Melainkan ia harus membaca Fatihah dengan tujuan qiroah (membaca) atau memutlakkan. Shorif adalah Hal yang mengalihkan.