Kenapa Mesti Berdoa Kalau Sudah Ada Takdir
Kenapa Mesti Berdoa Kalau Sudah Ada Takdir. Di kelas Agama Sekolah Cinta Bunda, Pak Imam, sang guru agama yang bijak, tengah berdiri di depan papan tulis dengan penuh semangat. Di depan beliau, terdapat tiga murid yang masing-masing memiliki karakter yang berbeda-beda: Kartini si penasaran, Deril si kritikus, dan Devon si humoris yang selalu bisa membuat teman-temannya tertawa.
“Anak-anak, hari ini kita akan membahas tentang doa dan takdir,” kata Pak Imam dengan suara tegas. “Doa adalah inti dari keimanan seorang hamba kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda, ‘Doa adalah senjata orang yang beriman’ dan ‘Doa adalah inti dari ibadah.’” baca : https://id.wikipedia.org/wiki/Doa
Kartini langsung mengangkat tangan. “Pak Imam, kalau doa itu begitu penting, kenapa kita masih harus berdoa kalau semua sudah ada takdirnya?”
Pak Imam tersenyum bijak. “Itulah yang akan kita pelajari hari ini, Kartini. Takdir itu memang sudah ada, tapi doa adalah sarana untuk kita berkomunikasi dengan Allah. Ketika kita berdoa, kita mengakui bahwa kita tak punya kekuatan tanpa izin-Nya. Doa itu bukan cuma permohonan, tapi juga cara kita meminta kekuatan untuk menghadapi kehidupan.”
“Hmm… jadi doa itu kayak apa ya, Pak?” Deril, yang biasanya tidak begitu percaya pada hal-hal mistis, tiba-tiba bertanya. “Apa doa itu bisa mengubah takdir kita?”
baca: https://www.literasitinta.com/apa-yang-kita-miliki-hasil-dari-apa-yang-kita-pikirkan/
Pak Imam mengangguk pelan. “Bagus pertanyaannya, Deril. Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Hanya doa yang dapat mengubah takdir, dan hanya amal-amal baik yang dapat memperpanjang umur seseorang.’ Doa itu bukan melawan takdir, melainkan bagian dari takdir itu sendiri. Kalau kamu ditakdirkan untuk berdoa sebelum suatu peristiwa, doa itu bisa jadi sarana untuk menghindarkan atau meringankan musibah.”
“Jadi, intinya, doa itu bagian dari takdir juga?” tanya Kartini, yang semakin terperangah.
Pak Imam mengangguk. “Betul sekali. Kalau seseorang tidak berdoa, ia mungkin akan menghadapi takdirnya tanpa perlindungan. Tapi, kalau ia berdoa dengan keyakinan, doa itu bisa mengubah arah hidupnya.”
Tiba-tiba, Devon, yang biasanya suka menghibur teman-temannya dengan gurauan, angkat bicara dengan gaya kocaknya. “Jadi, Pak Imam, kalau saya berdoa supaya jadi kaya, terus ada takdir yang bilang saya harus jadi petani, apa itu bakal berubah, ya?”
Semua mata langsung tertuju pada Devon, dan suasana kelas seketika menjadi sunyi. Pak Imam menahan tawa, sementara Kartini dan Deril berusaha menahan senyum.
“Devon, kalau kamu berdoa jadi kaya, dan Allah mengabulkan doamu, kamu harus ingat satu hal,” kata Pak Imam sambil tersenyum. “Jangan cuma berdoa untuk uang, tapi berdoalah supaya kamu bisa menjadi kaya dengan cara yang halal, supaya takdir kamu tetap baik.”
Devon tertawa terbahak-bahak. “Jadi, Pak Imam, kalau saya doa jadi kaya, jangan lupa minta jadi petani yang punya kebun besar, ya!”
Kartini dan Deril tertawa, tetapi kemudian Kartini mengangkat tangan lagi dengan serius. “Pak Imam, kalau doa itu penting banget, kenapa kadang-kadang kita merasa doa kita tidak dikabulkan?”
Pak Imam tersenyum bijak. “Kadang-kadang, Allah tidak memberikan apa yang kita minta karena Dia tahu apa yang terbaik untuk kita. Ada kalanya doa kita dikabulkan, tapi dengan cara yang berbeda dari yang kita harapkan. Allah Maha Mengetahui apa yang kita butuhkan, dan Dia memberikan yang terbaik pada waktunya.”
Deril, yang biasanya kritis, tampak berpikir sejenak. “Jadi, doa itu bukan cuma soal meminta, tapi lebih ke pengakuan bahwa kita butuh pertolongan dari Allah?”
“Betul sekali, Deril. Doa itu mengakui bahwa kita tak punya kuasa apa-apa tanpa izin-Nya. Doa itu adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengharapkan pertolongan-Nya, dan memperkuat iman kita,” jawab Pak Imam.
Devon yang mendengar jawaban itu kemudian berkata sambil bercanda, “Pak Imam, jadi kalau saya doa supaya bisa jadi orang kaya dan terkenal, apakah itu bisa jadi takdir saya?”
Pak Imam tersenyum. “Kalau itu memang yang terbaik untuk kamu, Devon, Allah bisa mengabulkan doa itu. Tapi ingat, doa itu bukan hanya tentang dunia. Doa juga harus mencakup kebahagiaan akhirat.”
“Jadi, doa itu kayak paket komplit gitu ya, Pak?” tanya Devon dengan mimik serius yang membuat semua orang tertawa. “Paketnya nggak cuma dunia, tapi juga akhirat!”
“Benar, Devon. Paketnya komplit, bukan cuma dunia, tapi juga akhirat,” jawab Pak Imam sambil tersenyum lebar.
Mereka pun tertawa bersama, meskipun ada juga pelajaran berharga yang terselip di tengah-tengah humor itu. Dalam hati, mereka tahu bahwa doa bukan hanya sekadar permohonan, tetapi juga sarana untuk mengubah hidup mereka ke arah yang lebih baik.
Ketika pelajaran hampir selesai, Pak Imam menambahkan satu kalimat terakhir. “Ingat, anak-anak, doa adalah senjata orang yang beriman. Jadi, jangan pernah berhenti berdoa, karena melalui doa, kita bisa mengubah takdir kita dengan izin Allah.”
Deril mengangguk-angguk, sementara Devon masih menggoda dengan gurauan ringan, “Oke deh, Pak Imam. Nanti saya doa, semoga takdir saya ketemu dengan banyak uang dan kebun besar!”
Semua tertawa, dan suasana kelas kembali penuh dengan tawa yang hangat. Namun, di balik tawa itu, mereka semua menyadari satu hal: Doa adalah bagian dari takdir mereka, dan melalui doa, mereka bisa memperbaiki jalan hidup yang telah ditentukan oleh-Nya.