“Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik, Bedanya, Guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin.” (Ki Hajar Dewantara)
Ki Hajar Dewantara telah menyampaikan bahwa tujuan dari pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia maupun anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Setiap anak adalah unik dan memiliki kodratnya masing-masing. Tugas guru adalah menyediakan lingkungan belajar yang memungkinkan setiap anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan kodratnya masing-masing, dan memastikan bahwa dalam prosesnya, anak-anak tersebut merasa selamat dan bahagia.
Keberagaman dan keunikan murid mungkin dapat berupa:
-
murid-murid kita yang berasal dari keluarga kurang mampu yang tidak dapat mengakses teknologi dari rumah sehingga tidak bisa berpartisipasi dalam pembelajaran daring;
-
murid-murid yang memiliki kesulitan memahami bahasa yang digunakan di kelas, karena ia murid yang baru pindah dari daerah lain;
-
murid-murid yang bosan karena ia sebenarnya telah menguasai keterampilan yang diajarkan, sehingga pembelajaran tidak menantang lagi untuknya;
-
murid-murid yang saat ini sedang berjuang keras untuk mencoba memahami apa yang diajarkan, namun karena adanya kesenjangan yang terlalu jauh antara apa yang ia mampu lakukan dengan apa yang sedang dipelajari, akhirnya ia tidak bisa membuat koneksi;
-
murid kita yang hasil-hasil kerjanya tampak baik, namun di sisi lain memiliki masalah sosial emosional;
-
murid kita yang memiliki minat yang besar terhadap bidang tertentu;
-
murid-murid kita yang memiliki kesulitan-kesulitan dalam belajar; dan sebagainya.
Guru perlu berpikir bagaimana caranya dapat menyediakan layanan pendidikan yang memungkinkan semua murid mempunyai kesempatan dan pilihan untuk mengakses apa yang kita ajarkan secara efektif sesuai dengan kebutuhan mereka.
Learning Gap
Fakta bahwa murid-murid memiliki karakteristik yang beragam, dengan keunikan, kekuatan dan kebutuhan belajar yang berbeda, tentunya perlu direspon dengan tepat. Jika tidak, maka tentunya akan terjadi kesenjangan belajar (learning gap), di mana pencapaian yang ditunjukkan murid tidak sesuai dengan potensi pencapaian yang seharusnya dapat ditunjukkan oleh murid tersebut.
Pembelajaran Berdiferensiasi
Bagaimanakah karakteristik setiap anak di kelas ? Tahukah apa kekuatan mereka? Bagaimana gaya belajar mereka? Apa minat mereka? Siapakah yang memiliki keterampilan menghitung paling baik di kelas ? Siapakah yang sebaliknya? Siapakah yang paling menyukai kegiatan kelompok? Siapakah yang justru selalu menghindar saat bekerja kelompok? Siapakah yang level membacanya paling tinggi? Siapakah murid yang masih perlu dibantu untuk meningkatkan keterampilan memahami bacaan mereka? Siapakah yang paling senang menulis dan siapakah yang senang berbicara?
Sebuah Ilustrasi
Ibu Renjana adalah guru kelas 3 SD dengan jumlah murid sebanyak 32 orang. Saat ini ia sedang mengajarkan materi tentang perkalian. Saat diberikan tugas menyelesaikan soal-soal perkalian, di antara 32 murid di kelasnya tersebut, Bu Renjana melihat ada 3 murid yang selesai lebih dahulu. Karena dia tidak ingin ketiga anak ini tidak ada pekerjaan dan malah mengganggu murid lainnya, akhirnya ia memberikan lembar kerja tambahan untuk 3 anak tersebut. Jadi jika anak-anak lain mengerjakan 15 soal perkalian, maka untuk 3 anak tersebut, Bu Renjana memberikan 25 soal perkalian. |
Miskonsepsi tentang Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Menurut Tomlinson (1999:14) dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespon kebutuhan belajar murid.
Melakukan pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Bukan.
Keputusan Ibu Renjana memberikan soal yang sama kepada ketiga murid yang selesai lebih dahulu tidak dapat disebut sebagai pembelajaran berdiferensiasi. Pertama karena tambahan soal diberikan dengan tujuan agar ketiga anak tersebut tidak mengganggu temannya yang belum selesai. Kedua, ketiga murid tersebut kemungkinan membutuhkan tingkat kompleksitas yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Renjana perlu memperhatikan kebutuhan belajar murid-muridnya dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya tersebut.
Apakah Ada Alternatif yang dapat Dilakukan oleh Ibu Renjana? Ibu Renjana dapat mempertimbangkan alternatif berikut:
-
Pemberian Tugas yang sesuai Tingkat Kesulitan: Ibu Renjana bisa memberikan tugas dengan tingkat kesulitan yang berbeda sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa. Ini memungkinkan siswa yang lebih cepat menyelesaikan tugas untuk diberikan tugas yang lebih menantang, sementara siswa lain tetap fokus pada tugas awal.
-
Kerja Kelompok: Ibu Renjana dapat mengorganisir siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, di mana siswa dengan kemampuan berbeda dapat bekerja sama. Siswa yang lebih mahir dalam perkalian dapat membantu siswa yang masih memerlukan bimbingan (tutor sebaya). Dengan tutor sebaya, materi dapat tersampaikan dengan baik, karena kadang murid lebih berani bertanya ke teman daripada ke guru.
-
Pilihan Tugas: Ibu Renjana dapat memberikan beberapa opsi tugas kepada siswa. Ini memungkinkan mereka untuk memilih tugas yang sesuai dengan tingkat kesiapan belajar mereka sendiri.
Opsi ketiga, lebih ideal yaitu memberikan beberapa opsi tugas kepada siswa. Dengan memberikan pilihan, siswa dapat memilih tugas yang sesuai dengan tingkat kesiapan belajar mereka sendiri. Hal ini memberi mereka kendali atas pembelajaran mereka dan memungkinkan mereka untuk berkembang sesuai kemampuan masing-masing. tugas-tugas tersebut mencakup konsep perkalian yang penting, namun memiliki tingkat kesulitan yang berbeda sesuai kebutuhan belajar siswa.
Mengetahui Kebutuhan Belajar Murid
Tomlinson (2001) dalam bukunya How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
-
Kesiapan belajar (readiness) murid
-
Minat murid
-
Profil belajar murid
-
KESIAPAN BELAJAR (READINESS)
Dalam pelajaran bahasa Indonesia, setelah menjelaskan dan memberikan kesempatan murid-muridnya untuk mengeksplorasi beragam teks narasi, bu Renjana meminta murid-muridnya membuat sebuah draf contoh teks narasi sendiri. Ia kemudian melakukan asesmen terhadap draf teks yang telah dibuat oleh murid-muridnya. Setelah melakukan asesmen, ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya.
-
Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.
-
Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik, namun kosakatanya masih terbatas.
-
Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas.
Informasi yang didapatkan ini kemudian digunakan oleh bu Renjana untuk merencanakan pembelajaran di tahapan berikutnya, dimana ia memberikan bantuan lebih banyak untuk murid-murid yang belum memiliki keterampilan menulis dan memberikan lebih sedikit bantuan untuk murid-murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik. Dalam contoh di atas, Bu Renjana mengidentifikasi kebutuhan belajar dengan melihat kesiapan belajar.
Terdapat 6 perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).
-
Bersifat mendasar – Bersifat transformatif
Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide tersebut. Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif. -
Konkret – Abstrak
Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret, sehingga mereka mungkin masih perlu belajar dengan menggunakan beragam alat-alat bantu berupa benda konkret atau contoh-contoh konkret, atau apakah murid sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak, sehingga mereka mungkin mulai dapat diperkenalkan dengan konsep-konsep yang lebih abstrak. -
Sederhana – Kompleks
Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu. -
Terstruktur – Terbuka
Saat menyelesaikan tugas, kadang-kadang ada murid-murid yang masih memerlukan struktur yang jelas, sehingga tugas untuk mereka perlu ditata dengan tahapan yang jelas dan cukup rinci, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Sementara mungkin murid-murid lainnya sudah siap untuk menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka. -
Tergantung (dependent) – Mandiri (Independent)
Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain. -
Lambat – Cepat
Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.
Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan melakukan identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).
Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan
-
MINAT
Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.
Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut:
-
membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar
-
mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran
-
menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;
-
meningkatkan motivasi murid untuk belajar.
Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu. Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur, menarik dan menggunakan berbagai alat bantu visual. Yang kedua, minat juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut juga dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur.
Karena minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar.
Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat
Ibu Putik ingin mengajarkan murid-muridnya keterampilan membuat teks prosedur. Setelah selesai mendiskusikan tentang apa dan bagaimana membuat teks prosedur, Bu Putik lalu meminta murid berlatih membuat sendiri teks prosedur tersebut. Setiap murid diperbolehkan untuk menulis dengan topik sesuai dengan minat mereka. Anak yang memiliki minat terhadap memasak, boleh membuat teks prosedur tentang bagaimana cara memasak makanan tertentu. Murid yang memiliki minat terhadap kerajinan tangan boleh membuat teks prosedur tentang membuat sebuah produk kerajinan tangan tertentu, dan sebagainya. Keterampilan yang dilatih tetap sama, yaitu membuat teks prosedur, walaupun topiknya mungkin berbeda. |
3. PROFIL BELAJAR MURID
Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.
Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:
-
Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak terstruktur, dsb.
Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.
-
Pengaruh Budaya: santai – terstruktur, pendiam – ekspresif, personal – impersonal.
-
Preferensi gaya belajar.
Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru. Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:
-
visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer );
-
auditori: belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras, mendengarkan pendapat saat berdiskusi, mendengarkan musik);
-
kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).
contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar murid:
Pak Neon akan mengajar pelajaran IPA, dengan tujuan pembelajaran yaitu agar murid dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Berdasarkan identifikasi yang ia lakukan, Pak Neon telah mengetahui bahwa sebagian muridnya adalah pembelajar visual, sebagian lagi adalah pembelajar auditori, dan pembelajar kinestetik. Untuk memenuhi kebutuhan belajar murid-muridnya tersebut, Pak Neon lalu memutuskan untuk melakukan beberapa hal berikut ini:
-
Saat mengajar, Pak Neon:
-
menggunakan banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan.
-
menyediakan video yang dilengkapi penjelasan lisan yang dapat diakses oleh murid.
-
membuat beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-tempat berbeda untuk memberikan kesempatan murid bergerak saat mengakses informasi.
-
Saat memberikan tugas, Pak Neon memperbolehkan murid-muridnya memilih cara mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Murid boleh menunjukkan pemahaman dalam bentuk gambar, rekaman wawancara maupun performance atau role-play.
Contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid:
-
mengamati perilaku murid-murid mereka;
-
mencari tahu pengetahuan awal yang dimiliki oleh murid terkait dengan topik yang akan dipelajari;
-
melakukan penilaian untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka saat ini, dan kemudian mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi yang diperoleh dari proses penilaian tersebut;
-
mendiskusikan kebutuhan murid dengan orang tua atau wali murid;
-
mengamati murid ketika mereka sedang menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;
-
bertanya atau mendiskusikan permasalahan dengan murid;
-
membaca rapor murid dari kelas mereka sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru sebelumnya atau melihat pencapaian murid sebelumnya;
-
berbicara dengan guru murid sebelumnya;
-
membandingkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau keterampilan yang ditunjukkan oleh murid saat ini;
-
menggunakan berbagai penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah berada dalam level yang sesuai;
-
melakukan survey untuk mengetahui kebutuhan belajar murid;
-
mereview dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk mengetahui efektivitas pembelajaran mereka;