Meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat diyakini sebagai tanda keberkahan dalam Islam. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidaklah seorang Muslim meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat kecuali Allah akan melindunginya dari fitnah (azab) kubur” (HR. Tirmidzi). Dalam hadis lain, disebutkan bahwa hari Jumat adalah waktu yang diberkahi, penuh rahmat dan ampunan dari Allah. Oleh karena itu, meninggal pada hari tersebut sering dianggap sebagai tanda husnul khatimah (akhir hayat yang mulia).
Sabda Nabi, “Tidaklah seorang Muslim meninggal pada hari atau malam Jumat, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur, sebab orang yang wafat di hari atau malam Jumat dibukakan baginya penghalang. Sebab pada hari Jumat api neraka Jahannam tidak dinyalakan, pintu-pintunya ditutup, keleluasaan api neraka tidak berjalan sebagaimana hari-hari yang lain. Maka, bila di hari Jumat seorang hamba dicabut ruhnya, hal tersebut menunjukan kebahagiannya dan baiknya tempat kembali baginya. Sebab hari Jumat adalah hari terjadinya kiamat. Allah memisahkan di antara para kekasih dan musuh-musuh-Nya, Demikian pula memisahkan hari-hari mereka yang dapat mengundang mereka untuk berziarah kepadaNya di hari tersebut di surga. Tidaklah seorang mukmin dicabut nyawanya di hari Jumat yang penuh dengan kebesaran rahmat-Nya yang tidak terhingga, kecuali Allah mencatatkan untuknya keberuntungan dan kemuliaan, maka dari itu, Allah menjaganya dari fitnah kubur.” (Syekh Abdur Rauf al-Manawi, Faidl al-Qadir, juz 5, hal. 637).
Dalam kitab Ihya Ulumudin Al Ghazali mengutip bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barang siapa yang meninggal di hari jum’at atau malam jum’at, maka Allah Ta’ala akan mencatat baginya pahala syahid dan dan melindunginya dari fitnah kubur, yakni meninggalnya tersebut dengan syarat beriman (membawa iman).
Di antara hari-hari dalam seminggu terdapat waktu siang dan malam Jumat. Waktu tersebut adalah waktu yang memiliki keutamaan dan kemuliaan tersendiri. Salah satu dari keutamaan itu adalah apabila seorang mukmin meninggal pada waktu itu maka sebab dari keberkahan dan kemuliaan waktu tersebut ia akan mendapatkan dispensasi dari sebagian kesulitan dan peristiwa alam kubur dan barzakh.
Diriwayatkan dari Rasulullah Saw yang menyatakan bahwa Jumat merupakan penghulu hari-hari dan Allah Swt akan melipatgandakan kebaikan dan menghapus dosa-dosa dan maksiat. Derajat orang-orang beriman akan diangkat, doa-doa akan dikabulkan, hajat-hajat akan dipenuhi dan seterusnya.
Dalam hal ini terdapat beberapa riwayat menyebutkan Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa yang meninggal pada malam atau hari Jumat maka azab kubur akan diangkat darinya.”
Demikian juga dari Imam Shadiq As diriwayatkan, “Barang siapa yang meninggal di antara Zuhur hari Kamis hingga hari Jumat maka ia akan terjaga dari azab kubur.” Dengan kandungan yang sama juga terdapat sebuah riwayat; seperti bahwa barang siapa yang meninggal pada hari Jumat maka azab kubur akan dihilangkan darinya dan juga terbebas dari azab neraka.
Kiranya penting untuk diingat bahwa riwayat-riwayat ini adalah untuk mengingatkan orang-orang untuk memuliakan hari-hari ini dan memanfaatkan semaksimal mungkin keberkahan dan kemuliaan hari-hari ini.
Di samping itu, sekiranya disebutkan dalam hadis bahwa apabila seorang manusia beriman meninggal pada hari-hari ini adalah supaya ia menaruh perhatian terhadap kemuliaan dan keutamaan hari-hari penuh berkah sepanjang hidupnya untuk kemudian menjaga kehormatan hari-hari ini. Karena itulah, Allah Swt mengangkat sebagian azab pada malam pertama kubur dan alam barzakh demi untuk memuliakan hari-hari tersebut.
Apakah fitnah atau siksa kubur ada bagi ahli kubur?
Apakah siksaan diangkat di sebagian waktu-watu tertentu bagi ahli kubur ? Siksa kubur terkadang diangkat atau dihilangkan di sebagian waktu-waktu yang dimulyakan, diriwayatkan dengan sanad yang dho’if “Dari Anas Bin Maalik ra. Sesungguhnya siksa kubur diangkat dari orang-orang yang meninggal di bulan Ramadhan, begitu juga FITNAH KUBUR diangkat bagi orang yang meninggal di hari jumah atau malam jumat.”.[Ahwaal alQubuur I/105]
Berkata al-Yaafi’i : Telah sampai pada kami bahwa orang-orang yang meninggal tidak di siksa di malam Jumat untuk memuliakan jumat. Pernyataan ini mengandung arti terangkatnya siksaan hanya tertentu bagi orang-orang muslim yang maksiat semasa hidupnya tidak berlaku bagi orang kafir namun dalam kitab ‘al-Bahr al’Uluum’ juga berlaku bagi orang kafir “Sesungguhnya orang kafir diangkat siksa kuburnya dihari jumah dan malamnya serta disemua bulan-bulan Ramadhan. [al-Fawaakih ad-Dawaany I/304].
Imam Ahmad dan Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abdillah bin ‘Amr bin al-‘Ash sebuah hadits:
Tiada seorang muslim yang wafat di hari atau malam Jumat, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur.
Maksud dari hadits tersebut, Imam al-Manawai mengatakan dengan sekira ia tidak ditanya malaikat di kuburnya. Pendapat al-Manawi ini menyalahi makna zhahirnya hadits. Pendapat yang dipegang Imam al-Zayadi bahwa pertanyaan malaikat di alam kubur menyeluruh untuk setiap orang mukallaf kecuali syahid yang gugur di medan pertempuran. Keterangan yang menyebutkan oleh segolongan ulama, bahwa orang meninggal tidak ditanya malaikat di alam kubur diarahkan pada arti ketiadaan fitnah, maksudnya mereka tetap ditanya malaikat dan tidak mendapatkan fitnah. (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, halaman 286)