Kepemimpinan ala Nabi Muhammad.
Siapa yang tidak mengenal Nabi Muhammad? Mengapa beliau begitu berpengaruh dalam peradaban umat di berbagai zaman. Sehingga nama harumnya selalu dikenang sepanjang zaman. Tidak lain karena Nabi Muhammad merupakan sosok pemimpin yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. Seorang pemimpin ideal yang memiliki kecerdasan manajerial yang tinggi dalam mengelola, mengatur, dan menempatkan anggota masyarakatnya dalam berbagai posisi sesuai kemampuannya. Beliau mengedepankan akhlak mulia dalam mengemban kepemimpinannya. Di antara akhlak mulianya ialah beliau memiliki pribadi yang menyenangkan, terbuka, mudah berkomunikasi dengan siapa pun, lemah lembut dan sopan, tidak keras dan tidak terlalu lunak, tidak pernah mencela, tidak pernah menuntut, tidak mengulur waktu dan tidak tergesa-gesa. Nabi tidak pernah mencaci seseorang, tidak mencari kesalahan orang lain, tidak berbicara kecuali yang bermanfaat.
Nabi selalu mengedepankan keteladanan, memberikan contoh dalam segala hal. Dalam suatu kepemimpinan, keteladanan sangat diperlukan karena sudah menjadi tabiat manusia suka mencontoh orang lain. Beliau Nabi seorang yang solutif dalam penyelesaian masalah, mengedepankan kebersamaan. ketika terjadi perselisihan antarkepala suku, saat ingin meletakkan hajar aswad di tempatnya. Nabi memberikan solusi dengan merentangkan sebuah kain besar, kemudian hajar aswad diletakkan di bagian tengahnya, lalu beliau meminta kepada setiap pemimpin kabilah untuk memegang ujung kain tersebut. Setelah itu, hajar aswad disimpan ke tempat semula di Kakbah. Para pemimpin suku pun merasa puas.
Nabi Muhammad adalah seorang pendidik dan pengajar terbaik. Dikisahkan suatu ketika nabi sedang salat berjamaah, lalu ada seorang dari mereka yang bersin. Kemudian Muawiyah yang berada dalam jamaah tersebut melafalkan doa ‘Yarhamukallah.’ Usai salat, Nabi menghampiri Muawiyah, dan Nabi berkata “tidak ada percakapan manusia di dalam shalat, karena shalat itu hanyalah tasbih, takbir, dan bacaan Al-Qur’an.” Nabi memberikan pengajaran kepadanya dengan penuh kasih sayang, tanpa ada cacian dan makian.
Suatu ketika seorang badui tiba-tiba datang ke masjid dan kencing di dalamnya. Para sahabat yang berada di masjid langsung geram melihat tingkah badui tersebut. Ketika mereka hendak menghentikan badui dan tidak segan menghunuskan pedang kepadanya, namun Nabi Muhammad mencegahnya. Nabi membiarkan si badui menyelesaikan kencingnya. Setelah itu, Nabi mengambil bejana berisikan air dan menyiramkannya ke tempat kencing badui. Pada saat itu juga Nabi memberikan pengajaran kepada badui yang tidak tahu tersebut dengan penuh kasih sayang. Tanpa disertai dengan caci maki dan hardikan, apalagi pukulan dan hunusan pedang.
Nabi bukanlah seorang pendendam. Ketika Nabi hendak pergi ke masjid dan melewati suatu jalan. Di tengah jalan Nabi selalu mendapat hinaan, cacian, bahkan dilempari kotoran. Namun Nabi tidak pernah membalasnya. Justru Nabi bertanya dan khawatir terhadap orang yang melempar kotoran, saat suatu hari dia tidak melakukan kebiasaan buruknya itu. Ternyata Nabi mendapat kabar bahwa dia sedang sakit. Meski telah mendapat perlakuan buruk, dihina, namun Nabi tidak segan-segan menjenguknya. Akhirnya, orang tersebut merasa malu karena ternyata manusia yang selalu dizalimi tersebut mempunyai akhlak mulia dan tidak dendam sedikitpun. Perangai Nabi itulah yang membuat Islam diterima.
Nabi juga bersikap tegas dan bijak dalam mengatasi berbagai permasalahan. tidak pilih kasih. Tidak memihak kepada siapa pun. termasuk anaknya. Hal itu ditunjukkan dengan sikap tegasnya, “Demi Allah, andai Fatimah Putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim). Sebagai sosok yang bijak dalam mengambil keputusan. Sebelum memutuskan suatu perkara, Nabi selalu memikirkannya secara matang, memakai hati nurani dan mengacu kepada kaidah dalam Alquran. Karena ketika yang dari hati, maka akan sampai ke hati.
Konsep yang perlu dimiliki oleh seorang Peminpin.
Bahwa menjadi pemimpin, baik memimpin diri sendiri, memimpin keluarga, memimpin komunitas, memimpin lembaga, memimpin organisasi, hingga memimpin sebuah negara, haruslah menggunakan ilmu.
Bahwa pemimpin itu harus berilmu pengetahuan dan berwawasan. Apa ilmunya?
Seorang yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk memimpin rakyatnya dan membawa mereka hidup lebih damai dan sejahtera.
Di antara satu sifat ilmu ialah bahwa ilmu itu sesuatu yang hidup, berkembang, bergerak, tidak henti. Sifat ilmu yang satu ini menurunkan jiwa Pembelajar. Seorang pemimpin harus memiliki jiwa pembelajar, agar ilmunya tumbuh, berkembang, selalu ada pembaruan. Ilmu yang paling utama harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah keimanan kepada Allah Swt, Sehingga ketika ia memimpin maka seluruh kebaktiannya hanya karena Allah.
Dalam konteks sekarang, pemimpin hendaknya menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan.. Tidak terbatas pada ilmu agama saja namun ilmu terkait pengetahuan sosial, ekonomi, politik, manajerial, dan sebagainya. Pemimpin tidak harus lebih pintar dari yang dipimpin. Tetapi seorang pemimpin mampu membuat bawahannya mampu mengeluarkan ide-ide yang cemerlang.
Seorang pemimpin yang berilmu akan memberikan pengaruh dalam kepemimpinannya.Bila kehadiran pemimpin tidak banyak mempengaruhi keadaan berarti pemimpin itu tidak mempunyai managerial yang baik, dalam bahasa sederhananya “ada dan tidaknya dia (pemimpin) sama saja”.
Bahwa menjadi pemimpin itu memprioritaskan kepentingan orang banyak. menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan lainnya, memenuhi hak-hak manusia. Lebih-lebih golongan duafa, fakir miskin serta anak yatim. Pemimpin itu memperjuangkan aspirasi bawahannya secara bersama-sama dalam setiap kebijakan. Seorang pemimpin menyempatkan, meluangkan waktu untuk menerima kehadiran orang-orang yang memerlukan bantuan, agar mereka yang ingin menyampaikan keluhannya dapat menyampaikannya dengan tenang tanpa rasa takut dan cemas.
Bahwa pemimpin itu pelayan rakyat. Siap melayani apa yang menjadi tujuan bersama. Pemimpin sudah selayaknya ikut merasakan kesusahan, kesempitan, kendala yang dihadapi oleh bawahan. Mau menerima keadaan pahit terlebih dahulu, sebelum bawahannya, serta rela merasakan kenikmatan setelah bawahan.
Bahwa pemimpin itu harus menanamkan kebaikan. Suka berbagi, peduli, bahkan berkorban dari apa yang dimilikinya untuk kemasahatan bersama.Rasa percaya antara pemimpin dan yang dipimpin, hanya akan timbul karena adanya kebaikan, keadilan, serta pelayanan. Kebaikan seorang pemimpin terhadap bawahan akan menghasilkan kepercayaan mereka terhadap pemimpinnya. Sementara sikap seorang pemimpin yang kasar, zalim, akan menimbulkan kerusakan dan kebencian mereka.”Rasulullah Saw bersabda: “Sebaik-baiknya pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, juga yang kalian mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untuk kalian. Sedangkan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (H.R.Muslim).