Pagi itu simbol semangat. Pagi itu awal suatu hari yang di beri Tuhan untuk kita jalani. Mestinya kita semangati dan syukuri. Apa pun yang terjadi, apa pun yang kita dapati, mau bahagia atau sedih, mau lelah atau tetap semangat. Seharusnya kita itu selalu untuk bersemangat di saat pagi. Semangat untuk mencari nafkah buat keluarga, semangat untuk bekerja, semangat untuk meraih rida Tuhan yang maha cinta.
Bila ditengok ke luar sana, entah kenapa tidak sedikit orang yang “gagal” mencintai pekerjaaanya? Sering berkeluh kesah, ngedumel, sering bete dan sebagainya. Alasan mereka bilang di saat pagi hari, “Kalau mau kerja tempat kerjanya jauhlah, alasan kepagian kalau datang jam segini lah, alasan macetlah, dan alasan-alasan lain yang kadang kita itu memang jago beralasan.
Tapi sayang, akhirnya ya tetap begitu-begitu saja. Tidak ada yang berubah. Kasihan pekerjaan, tiap hari dilakoni tapi selalu dikeluhkan. Gagal mencintai pekerjaan. Jadi bikin stres, jenuh, dan merasa kerjaan jadi beban. Apalagi bekerja sebagai guru, yang prioritasnya harus bisa menjadi teladan bagi muridnya.Harus berangkat pagi agar tidak terlambat. Harus terlihat smart saat di kelas. Harus kreatif dalam mengajar, agar anak tidak bosan. Dan lain sebagainya.
Namun sangat disayangkan ada sebagian mereka yang belum mencintai pekerjaannya, alias belum menjiwai profesinya. Selalu saja mengeluh kalau mau berangkat kerja, merasa malas ngadepin anak muridnya. Malas masuk kelaslah lalu dengan mudahnya memberikan tugas lewat guru piketnya.
Merasa nggak fokuslah saat di kelas sehingga cara mengajarnya pun asal-asalan. Tidak pakai RPP lah, sehingga muridnya pun ikut malas dan tidak semangat. Marahin muridnya lah kalau ada yang nggak ngerjain tugaslah. Padahal tugas kemarin pun belum dikoreksi. Duh bawaannya ngeluh, gelisah nggak tenang, nggak bahagia, dengan pekerjaannya.
Banyak orang lupa. Kerja itu mau di kantor, mau di sekolah, pasar, di darat, atau pun laut, ya sama saja. Selelah dan sehebat apapun, tidak akan pernah jadi berkah. Bila tidak didasari oleh cinta. Bila sudah dipilih ya kerjakan saja, apapun dengan penuh cinta. Selebihnya biarkan Allah SWT yang akan bekerja untuk kita. Kerja atas nama cinta itu, mampu mensyukuri apa yang ada. Bukan melulu mengejar yang tidak dipunya. Untuk apa membandingkan apa yang dimiliki dengan orang lain. Nggak usah terlalu memikirkan orang lain, toh mereka tidak sekolahkan kita. Tidak pula ngasih makan. Jangan pusing untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Bila perlu, jauhkan orang-orang yang bertabur benci dan sikap apatis.
Literasi itu harus realistis. Bukan mimpi tanpa esensi. Maka kerjakan saja apapun dengan hati. Karena hanya hati yang mampu mempermalukan sesuatu yang dikerjakan dengan otak. Senangi pekerjaan sendiri, Bekerjalah dengan suasana hati yang ikhlas, cerdas, dan tangkas. Pilihlah “jalan kembali” yang menyehatkan, yang mencerahkan sekalipun yang dihadapi adalah murid yang masih perlu diajarkan kesopanan.
Ada yang sering lupa. Semua orang itu pengen bahagia. Tapi hanya sedikit orang yang tahu bagaimana cara membahagiakan dirinya sendiri. Literasi itu memang berat! Tapi lama-kelamaan akan menghadirkan jiwa raga yang sehat.