Paradigma, persepsi atau sudut pandang merupakan bentuk sinonim. Bentuk morfemnya beda tapi maknanya sama. Cara pandang atau persepsi itu dipengaruhi oleh pemahaman, ilmu, pengalaman, suasana hati serta dimensi ruang dan waktu. Sudah pasti, tiap orang punya cara pandang yang berbeda. Saat berada di sebelah kiri, kita bilang itu empat. Tapi buat yang di sebelah kanan, melihatnya tiga. Bintang di langit jika dilihat dari bumi maka akan keliatan kecil, lain halnya jika dilihat dekat dari bendanya.
Bagi guru seni bahwa sesuatu yang nikmat itu ketika seseorang bisa menyanyi. Bagi guru olahraga sesuatu yang nikmat itu jika seseorang bisa senam, lari untuk mengeluarkan kalori. Bagi guru bahasa bahwa yang nikmat itu ketika seseorang membaca puisi.
Cara pandang beda itu terjadi karena perbedaan ilmu, pengalaman dan pemahaman. Jadi, biarkanlah berbeda dan jangan memaksa untuk selalu sama, untuk selalu mesti memakai cara pandang lama. Gak perlu diubah. Karena ini sudah dari dulu kaya gitu, jadi ikutin aja alurnya.
Seperti halnya berdemokrasi. Demokrasi memilih pemimpin. Siapa pun berhak menjadi kandidat, tanpa pandang bulu, agama, ras, suku dan segala macamnya. Selama ia berdomisili di wilayah tersebut. Namun bagi yang fanatik sama komunitasnya, maka ia akan mengkampanyekan bahwa yang layak jadi pemimpin itu ya mereka. Ia merasa bahwa komunitasnya lebih pengalaman, lebih kompeten, lebih layak memimpin, Karena sudah kerja keras, sudah lakuin ini sudah lakuin itu, sampai sampai tidak memberi kesempatan untuk yang lain. Pokoknya yang layak memimpin itu kami. Titik.
Tiap anak pasti punya kemampuan membaca buku yang berbeda. Baca Bukunya sama tapi ada yang kelar dibaca 3 jam, ada pula yang dua hari. Tidak masalah, asal tetap mau membaca. Tidak perlu persoalkan yang baik, sementara yang tidak baik (tidak membaca) didiamkan.
Belajar dari realitas di lapangan ternyata siapapun butuh prasangka baik dan cara pandang positif tentang sesuatu. Untuk selalu menghargai tiap perbedaan. Agar tidak fokus cari kurang atau salahnya. Tapi lebih fokus pada tujuan dan manfaatnya. Asal mau mendengar, mau merenung itu sudah cukup.
Membaca buku-buku motivasi, menyimak nasihat orang bijak, dan memahami pepatah dan kata-kata mutiara akan melatih cara pandang yang positif, cara pandang objektif dan bijak. Agar tidak gampang memandang rendah, mandang buruk orang lain. Agar tidak merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Dan agar kita bisa belajar tawadu bahwa di atas langit masih ada langit.
Jangan fokus untuk mencari keburukan orang lain. Tapi temukanlah minimal satu kebaikan pada orang lain. Asal mau mengubah cara pandang, pasti ketemu yang baiknya. Seperti buku pun begitu, jangan dilihat dari tipis tebalnya. Tapi isinya pasti memberi manfaat bagi pembacanya.
Cara pandang baik, seharusnya tidak hanya sebatas pikiran. Tapi mampu direalisasikan ke dalam perbuatan. Jangan sibuk memikirkan yang belum ada, hingga lupa mensyukurinya apa yang sudah ada. Maka kembalilah, untuk melatih cara pandang. Karena tidak ada tujuan baik yang lahir dari cara pandang buruk.