Suatu ketika dua guru mengobrol saat selesai mengajar. Di Warung depan sekolah sambil menikmati kopi hitam. Sang guru bercerita bahwa gajinya nggak cukup dan tiap bulan selalu punya utang. Hanya untuk menutupi biaya hidup. Padahal guru tersebut adalah ASN yang sudah lama. Kondisi itu sudah berlangsung lama. Sayangnya, kawan yang dicurhati bukannya buka dompet lalu menyisihkan sebagian uangnya untuk membantu. Ehh, malah menasihati pentingnya menabung dan disuruh mengatur keuangannya sesuai kebutuhan utama.
Menjadi pendidik, bukan hanya tentang mentransfer pengetahuan pada muridnya tetapi juga membentuk karakter dan masa depan generasi berikutnya. Namun, terkadang ada ironi yang muncul dalam profesi ini. minat untuk mengajar dan menggurui begitu besar, tetapi praktik sehari-hari sering kali menunjukkan sebaliknya.
Di tengah semangat para guru untuk membimbing dan mendidik murid-murid mereka, ada juga banyak momen yang menunjukkan ketidaksesuaian antara ajaran yang diberikan dan perilaku yang diperlihatkan. Misalnya, banyak guru yang dengan penuh semangat mengajak muridnya untuk rajin membaca buku. Namun, jika kita perhatikan, ia pun tak pernah membaca, alias malas membaca. Padahal, guru adalah contoh nyata bagi muridnya. Bagaimana bisa mengajarkan pentingnya membaca jika guru sendiri tak meluangkan waktu untuk membaca?
Hal serupa juga terjadi dengan soal disiplin. Para guru dengan tegas menggaungkan disiplin pada muridnya untuk datang tepat waktu, menyelesaikan tugas, dan menghargai waktu. Namun, seringkali, mereka yang mengajarkan disiplin justru terlambat datang ke sekolah dengan dalih macet, ban bocor, ada tukang dirumah dan sebagainya.Bahkan, jam pelajaran yang seharusnya diisi dengan materi penting, kadang-kadang malah kosong begitu saja karena sang guru datang terlambat atau bahkan tidak hadir sama sekali. Bagaimana bisa murid mengerti pentingnya waktu jika gurunya sendiri tidak memberi contoh yang baik?
Tugas guru seharusnya bukan hanya menyampaikan ilmu, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kehidupan, salah satunya adalah tanggung jawab. Namun, banyak guru yang melalaikan tugas dan kewajibannya sendiri. Tugas mengajar yang seharusnya dijalani dengan penuh rasa tanggung jawab malah terkadang diabaikan. Jam pelajaran yang kosong karena guru yang tidak hadir atau tidak siap mengajar, menjadi pemandangan yang cukup sering terjadi. Ini jelas bertentangan dengan apa yang diajarkan kepada murid untuk selalu menyelesaikan tugas dengan baik.
Jika kita cermati lebih dalam, fenomena ini bukanlah hal yang hanya terjadi pada satu atau dua guru saja, tetapi bisa ditemukan hampir di semua lapisan pendidikan.
Sebagai guru, pentingnya sadar bahwa setiap tindakan kita akan menjadi contoh bagi murid-murid kita. Jika kita ingin mereka menjadi pribadi yang bertanggung jawab, disiplin, dan rajin belajar, maka kita harus memperlihatkan itu semua lewat tindakan nyata. Mengajarkan bukan hanya tentang kata-kata, tetapi juga tentang bagaimana kita berperilaku.
Menjadi guru adalah tentang bagaimana kita menjadi teladan. Tanpa teladan yang baik, Status predikat guru terasa kosong alias hambar. Ibarat patung, ada raga tanpa ruh. Maka pentingnya sadar dan menyadari hakikat profesi guru. Tanpa itu guru hanya sekadar minat yang tinggi dan menggurui ekstra tinggi.