Dalam Islam ketika seseorang menginjak di usia atau umur kepala empat. Empat puluh tahun dan seterusnya menunjukan usia yang matang, usia yang istimewa. Nabi Muhammad di angkat menjadi nabi dan rasul pada usia 40 tahun. Beliau diberi amanah untuk memimpin dan membimbing ummatnya pada usia yang sudah matang kedewasaanya.
Pertanyaan mendasar, mengapa di usia 40 tahun? karena di usia ini merupakan batas antara dewasa dini dan dewasa madya.
Ibnu Abbas berkata “Barang siapa telah mencapai umur 40 tahun, sedangkan perbuatan baiknya belum dapat mengalahkan perbuatan buruknya maka hendaknya bersiap – siap masuk neraka”. Kemudian Ibnu katsir dalam tafsirnya menulis bawa di usia 40 tahun “akal pikiran seseorang sudah matang, pemahaman dan kesabarannya pun sudah sempurna.”
Waktu, memang berlalu begitu cepat. Tanpa terasa, usia sudah kepala empat. Selain harus disyukuri, pertambahan usia ini harus jadi momen untuk terus memperbaiki diri. Ternyata menua itu pasti, sama sekali tidak pantas dihindari. Siapapun akan tua pada waktunya. Di usia yang terus bertambah, hanya introspeksi diri, merenung untuk hari-hari yang tersisa.
Usia kepala empat. Seharusnya bisa menjadi momen memperbaiki niat. Untuk memperbagus ikhtiar dan berdoa kepada-Nya. Untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Berkomitmen dan konsisten dalam menebar kebaikan dan manfaat kepada sesama. Berkiprah dalam pekerjaan, aktivitas sosial, dan pergaulan secara tulus. Dan menjadikan setiap aktivitas yang dilakukan sebagai ladang amal. Untuk menggapai ridho Allah SWT. Karena apalagi bila bukan “senangkan Allah SWT, maka Allah SWT akan menyenangkan kita”.
Syaikh Abdul Wahhab bin Ahmad Asy-Sya’rani, menuliskan, “Telah diambil perjanjian dari kita, apabila umur telah mencapai 40 tahun, hendaklah bersiap-siap melipat kasur dan selalu ingat pada setiap tarik nafas, bahwa kita sedang berjalan menuju akhirat, sampai tak merasa tenang lagi rasanya hidup di dunia”. Yang dimaksud dengan “melipat kasur” ialah mengurangi tidur untuk memperbanyak ibadah.
Fakta hari ini. banyak orang sadar berbuat baik itu bagus. Tapi sedikit yang mau berperilaku baik.. Semua orang ngerti kalau disiplin itu bagus, tapi tidak sedikit yang masih terlambat. Semua orang paham jika peduli itu suatu kemulian, tapi banyak orang yang masa bodoh. Bahkan banyak orang sadar membenci itu dilarang. Tapi tidak sedikit yang hidupnya dalam kebencian. Semua sepakat bahwa masjid itu tempat mulia, rumah Allah, tapi tidak sedikit yang mau mengunjunginya, karena sibuk urusan dunia. Semua tahu bahwa tadarus Alquran itu mulia, tapi tidak sedikit yang mau mengerjakannya. Semua pasti tahu kalau menuntut ilmu, hadir di majlis ilmu, duduk bersama orang-orang salih, para ulama dan habaib itu merupakan taman-taman surga, tapi tidak sedikit orang yang menjauhinya. Sadar tapi tidak sadar.
Sudah tidak ada alasan lagi, bagi kita di usia kepala empat, selain mendekatkan diri kepada Allah SWT. Berbagi manfaat pada manusia, saling mencintai dan saling memberi. Karena memberi itu tenangkan hati. Memberi itu menanam, dan suatu saat kita akan memanen. Karena itu akan menjadi bekal kita nanti.
Yuk, di usia kepala empat, kepala lima, dan seterusnya, mau apa lagi?
Marilah kita muhasabah diri, intropeksi diri untuk bisa lebih sadar, lebih bijak. Bahwa usia itu cepat atau lambat akan tutup, akan habis, hanya amal baik dan rida Allah yang akan menjadi penyelamat.
Maka sebagai pengingat diri, di usia kepala empat tahun ini, harus mampu di level kesadaran, level tahu diri. Tidak berlebihan dalam hal apapun. Bekerja, berdagang, mencari uang, bergaul, bahkan bergaya hidup secukupnya. Lebihnya ada pada ibadah dan peduli sosial, dan berbagi manfaat. Berani mengambil sikap untuk tidak lagi berkawan dengan orang-orang yang tidak menambah iman, ilmu, dan amal serta lebih dekat dan akrab dengan Allah. Menjauh dari pergaulan yang penuh keluh-kesah, gibah atau obrolan yang tidak bermanfaat.