Di hari pendidikan tahun 2024 Kemdikbudristek mengusung tema “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar.”Di hari pendidikan inilah momen yang tepat untuk merefleksikan tentang cara melejitkan merdeka belajar. Membenahi pendidikan menjadi Tugas kolektif bagi semua pihak. Pendidikan tidak bisa dipandang sekedar pengajaran. Tapi harus melibatkan etika, karakter, moral, dan hati.
Pendidikan bukan lagi soal pelajaran tapi soal etika dan moral. Maka sangat dibutuhkan upaya revitalisasi pendidikan. Hari ini esok dan lusa, berharap adanya kualitas pendidikan di negeri ini bisa membaik, bisa berkualitas, sakinah dan cerah.
Terlalu banyak kerikil, debu, bahkan batu yang membuat dunia pendidikan terus-menerus jadi polemik, dunia pendidikan makin ternoda. Soal implementasi merdeka belajar yang tidak didukung, kekerasan di sekolah, PPDB sekolah negeri yang sering bermasalah, soal kurikulum, kualitas guru, model pembelajaran, PMM yang dijauhi, hingga korupsi di dunia pendidikan masih dianggap lumrah.
Tema “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”.
Apa artinya ? Bahwa urusan pendidikan, masyarakat harus merasa memiliki, pemerintah harus memfasilitasi, para orangtua peduli, pendidik dan anak didik pun harus menyadari makna pendidikan yang hakiki.
Hari Pendidikan Nasional kali ini, harusnya mampu mengajak kita untuk melakukan instrospeksi diri. Untuk mengukur apa yang sudah benar dan apa yang masih salah dalam proses pendidikan selama ini. Pemerintah, guru, dan orang tua harus berpikir ulang. Tentang pendidikan itu bukan membangun kecerdasan tapi lebih cenderung pada membangun keteladanan. Maka esok dan di era merdeka belajar, praktik pendidikan tidak boleh lagi menjejali siswa dengan beragam materi pelajaran. Tanpa adanya penguatan karakter. Cerdas, pandai, pinter memang keren tapi jauh lebih keren pinter yang berkarakter.
Pendidikan sebagai upaya“gerakan” untuk menjadikan manusia yang cerdas lahir batinnya. cerdas spiritual dan intelektual. Manusia yang melekat dalam dirinya sifat kebajikan univerasal. Melekat pola pikir, perbuatan, dan hati positif. Pendidikan tidak lagi proses edukasi tapi lebih bertumpu pada nilai-nilai kebajikan universal. Pendidik harus menjadi sumber energi positif bagi anak didiknya agar dapat menyalurkan energi tersebut hingga akhirnya mereka mampu mentransformasikan ke bentuk energi lain yang luar biasa. Maka untuk menumbuhkan energi positif dan nilai kebajikan perlu adanya revitalisasi untuk perubahan ke arah positif seperti halnya:
Pertama, merevitalisasi sekolah sebagai sentra pendidikan yang mandiri dan berkarakter. Sekolah tidak lagi sekadar pelaksana kurikulum. Melainkan menjadi basis pengembangan budaya dan karakter siswa. Pembelajaran yang berpihak pada anak. Seperti halnya 1) Guru membersamai anak di sekolah, sejak anak datang hingga pulang. Tidak ada lagi kelas kosong (jamkos). 2)Murid yang tidak datang tepat waktu ke sekolah bukan berarti mereka tidak memiliki tekad yang kuat dalam belajar, maka guru melakukan restitusi terhadapnya. 3)Tidak semua murid memiliki kemampuan dan kecepatan yang sama dalam memahami sesuatu (guru menuntun). Disinilah guru harus mampu mengelola pembelajaran agar setiap murid dapat melaluinya sesuai dengan kemampuan dan gaya belajarnya, memberi mereka ruang kreativitas belajar yang berbeda, hingga akhirnya mereka menemukan sendiri arti merdeka belajarnya. (Differensiasi). 4)Guru bukanlah sumber utama atau satu-satunya tentang pembelajaran. Murid bisa mengeksplorasi beberapa sumber informasi yang dapat mereka gunakan. Artinya, pendidik sebagai pamong yang menuntun dan mengarahkan segala potensi yang ada pada diri murid menjadi hal yang akan bermanfaat untuk kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.
Kedua, menempatakn guru sebagai kreator pembelajaran. Guru harus mampu mengendalikan konten dan arah pembelajaran sebagai kegiatan yang menarik dan menyenangkan dan menantang. Agar siswa lebih aktif, kreatif, berani, dan bernalar kritis.
Ketiga, membuat pendidikan sebagai media kesetaraan, bukan kesempurnaan. Praktik dan perilaku belajar harus didorong untuk membangun kerja sama, bukan kompetisi. Belajar bukan untuk meraih nilai tinggi, melainkan untuk membangkitkan gairah belajar. Kegiatan belajar bukan bergantung pada “kunci jawaban” tapi bertumpu pada “sikap pengertian”.
Keempat, menjadikan orientasi belajar sebagai proses, bukan hasil belajar. Siswa lebih berani bertanya dan tidak takut salah. Karena dengan cara itu, siswa akan mampu mengeksplorasi potensi diri, di samping memacu kreativitas. Karena hasil belajar bukan satu-satunya indikator keberhasilan siswa.
Kelima,memandang pendidikan sebagai ikhtiar kolektif. Pemerintah, guru, oragtua dan lingkungan harus terlibat aktif dalam proses pendidikan. Karena pendidikan bukan program melainkan gerakan moral untuk meningkatkan harkat dan martabat, di samping peradaban.