Menjadikan sekolah sebagai rumah kedua. Rumah yang aman, nyaman bagi murid. Rumah sebagai tempat untuk bermain, canda tawa, rumah untuk belajar, rumah untuk menemukan minat, bakat dan talenta siswa. Rumah kedua sebagai tempat untuk menanamkan rasa tanggaung jawab, sikap disiplin, jujur, terbuka. Rumah sebagai tempat untuk Menabur semangat, optimis, bernalar kritis namun tetap tawadu dan selalu exis. Rumah sebagai latihan untuk membangun kreativitas, inovasi, kolaborasi dan prestasi.
Mungkin sebagian kita sudah menuliskan atau bermimpi, serta membayangkan bagaimana mewujudkan sekolah impian yang bermakna bagi murid. Sudah menjadi hal yang umum diinginkan semua pihak seperti contoh gambaran sekolah di atas.
Namun, dalam praktiknya, tidaklah mudah untuk mewujudkannya. Perlu perubahan budaya yang mendasar dan upaya yang konsisten dari semua pihak warga sekolah. Adapun fokus utama melakukan perubahan dalam dunia pendidikan maka orientasinya adalah murid, murid, dan murid.
Untuk melakukan perubahan budaya secara mendasar di sekolah, maka pemimpin hendaknya mulai dengan memahami dan mendorong perubahan budaya sekolah. Budaya sekolah merujuk pada kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan di sekolah. Kebiasaan ini dapat berupa sikap, perbuatan, dan segala bentuk kegiatan yang dilakukan warga sekolah. (Evans, 2001).
Perubahan biasanya membutuhkan waktu dan bersifat bertahap, Oleh karena itu sebagai pemimpin hendaknya terus berlatih mengelola diri sendiri sambil terus berupaya menggerakkan orang lain yang berada di dalam lingkaran sekolah. Hal ini perlu dilakukan dengan niatan belajar yang tulus demi mewujudkan visi sekolah impian.Pemimpin perlu mendalami peran strategis rekan guru, karyawan dan segenap komunitas orang dewasa di sekitar murid demi meningkatkan kualitas pembelajaran bagi murid.
Jalan yang ditempuh untuk mewujudkan visi adalah jalan kesinambungan atau keberlanjutan. Peran yang dibangun adalah hubungan antar-manusia dan gotong-royong sehingga sekolah menjadi wahana utama untuk mengedepankan kepentingan murid, memberdayakan murid, mengajak murid memegang kursi kendali pembelajaran mereka sendiri.
Membangun Perubahan Positif
Terwujudnya visi sekolah perlu hadirnya metode atau pendekatan. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pendekatan dalam mewujudkan suatu visi. Dalam membangun manajemen perubahan positif terdapat sebuah pendekatan yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA). Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan.
Manajemen perubahan yang biasa dilakukan lebih menitikberatkan pada masalah apa yang terjadi dan apa yang salah dari proses tersebut untuk diperbaiki. Sesungguhnya suatu perubahan positif di sekolah tidak akan terjadi jika pertanyaan yang diajukan mengenai kondisi sekolah, diawali dengan permasalahan yang terjadi atau mencari aktor sekolah yang melakukan kesalahan. Pertanyaan yang sering diajukan adalah :
- “Mengapa capaian hasil belajar siswa rendah?”,
- “Apa yang membuat rencana kegiatan sekolah tidak berjalan lancar?”,
- Siapa saja yang bertanggung jawab terkait hal ini?
Motivasi untuk melakukan perubahan tentu akan berangsur menurun jika diskusi diarahkan pada permasalahan.Hal ini berbeda dengan IA yang berusaha fokus pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi.
Inquiri Apresiatif (IA) menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif. Pendekatan Inquiri Apresiatif percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Suasana psikologis yang terbangun tentu akan berbeda jika pertanyaan diawali dengan pertanyaan positif seperti ini:
- Hal-hal baik apa yang pernah dicapai murid di kelas?
- Apa pelajaran menarik yang dapat dipetik dari setiap guru di kelas?
- Bagaimana mengembangkan praktik baik setiap guru untuk dipertahankan sebagai budaya sekolah?
Inquiri Apresiatif dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan.Inkuiri Apresiatif sebagai landasan berpikir yang berfokus pada upaya kolaboratif menemukan hal positif dalam diri seseorang, dalam suatu organisasi dan dunia di sekitarnya baik di masa lalu, masa kini maupun masa depan.
Bila lembaga atau organisasi lebih banyak membangun sisi positif yang dimilikinya, maka kekuatan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut dipastikan akan meningkat dan kemudian organisasi akan berkembang secara berkelanjutan.Seorang pemimpin bertugas menyelaraskan kekuatan yang dimiliki organisasi. Caranya adalah dengan mengupayakan agar kelemahan suatu sistem dalam organisasi tidak menjadi penghalang, karena semua aspek dalam organisasi fokus pada penyelarasan kekuatan.
Mengelola Perubahan Positif dengan Bagja
Hal pertama dari alur berpikir dalam mengelola perubahan dengan paradigma inquiry apresiatif di sekolah adalah merumuskan visi yang ingin dicapai, kemudian visi tersebut diturunkan menjadi prakarsa Prakasa perubahan, lalu gunakan bagja untuk mencapai prakarsa Prakasa Perubahan tersebut.
Bagja merupakan adaptasi dari konsep kerangka berpikir inquiry apresiatif yang digunakan dalam manajemen perubahan. BAGJA dipilih karena sebagai wahana yang menguatkan hubungan antar manusia di sekolah. Tahap demi tahap memungkinkan Seorang pemimpin sebagai pemrakarsa perubahan untuk menguatkan hubungan antar manusia dan gotong-royong.
BAGJA pun menuntut pemimpin beranjak dari cara berpikir defisit ke cara berpikir aset, menjadi tangguh-pantang menyerah, dan terus meningkatkan efikasi diri dalam memimpin dan mengelola perubahan.Selain itu model Bagja juga menguatkan individu dan semangat gotong-royong untuk mendorong perjumpaan berbagai unsur. seperti kepala sekolah guru murid orang tua murid para pemangku kepentingan dan unsur masyarakat lainnya.
Untuk membawakan perubahan positif maka perihal terpenting adalah menjalin relasi dengan baik dengan aktor-aktor yang ada.Relasi akan mendorong terjalinnya komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik akan mendorong terwujudnya kolaborasi .dan kolaborasi yang baik akan mengundang datangnya kontribusi. Oleh karena itu ketika kita menghendaki semua pihak berkontribusi dalam mewujudkan perubahan yang diinginkan maka kita terlebih dahulu harus fokus untuk menguatkan relasi dengan semua pihak yang ada di lingkungan pengaruh kita.
Bagja terdiri dari lima tahapan yaitu buat pertanyaan utama, ambil pelajaran gali mimpi jabarkan rencana dan atur eksekusi .
Menyusun Pertanyaan Bagja
Untuk menyusun pertanyaan bagja, kita bisa menggunakan ATM (amati tiru dan modifikasi). Sebagaimana yang disampaikan Ki Hajar Dewantara dengan niteni, niruke dan nambahi. ATM sebagai latihan sederhana yang dapat memudahkan dalam membiasakan diri merumuskan pertanyaan Bagja yang sesuai dengan konteks di sekolah sendiri.
Untuk menyusun pertanyaan bagja dengan melalui lima tahapan. Tahapan pertama adalah membuat pertanyaan. Contoh Pertanyaan Bagja. “Apa yang dilakukan untuk mengembangkan pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas anak?”