Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengganti Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter. Soal-soal AKM terbagi atas soal Literasi dan Numerasi. AKM Numerasi terdiri level pemahaman konsep, level aplikasi konsep, dan level penalaran Konsep. Sedangkan AKM Literasi terbagi atas level penalaran konsep, level mencari informasi dalam teks, serta level literasi membaca. Artinya, bisa membaca saja tidaklah cukup.
Penggantian istilah UN menuju AKM tidak sekadar nama, namun perubahan bentuk soal secara garis besar didominasi oleh literasi dan numerasi. Dalam AKM sudah tergambar bahwa literasi tidak sekadar membaca lalu tahu, namun dituntut untuk cakap dalam menalar. Padahal jika ditinjau dari data Litbang Kemdikbud (2019) menyebut angka rata-rata Indeks Alibaca Nasional Indonesia berada di angka 37,32. Tergolong masih rendah. Sehingga dibutuhkan aktivitas literasi jenis apa pun dan di mana pun. Rendahnya literasi di negeri ini sangat kompleks penyebabnya. Salah satunya kurangnya kesadaran untuk menambah ilmu pengetahuan dan kurang cakapnya memahami realitas berkehidupan. Dan soal AKM menuntut siswa dan guru untuk cakap dalam membaca, memahami, menalar dan mengaplikasikan dalam ranah akademik.
Literasi ditinjau secara bahasa adalah kemampuan menulis dan membaca, literasi merupakan pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, atau kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Istilah literasi mulanya berasal dari bahasa latin “literatus”, yang berarti orang yang belajar. Dapat dikatakan bahwa literasi merupakan upaya menghadirkan kesadaran belajar bagi individu untuk memahami realitas yang ada dalam kehidupan. Literasi bisa disederhanakan dengan sikap, ya! Sikap dalam memahami realitas kehidupan. Dan orang yang mampu bersikap itulah yang dinamakan literat.
Literasi memilki dua unsur vital yaitu menghidupkan kesadaran belajar dan memahami realitas kehidupan, lalu bermuara pada keberanian untuk mengaplikasikan dalam perilaku nyata yang lebih baik. Dapat disimpulkan literasi adalah kompetensi kecakapan seseorang dalam menyeimbangkan pikiran, hati, dan perilaku, dan mampu beradaptasi terhadap perubahan, serta mampu memecahkan masalah sesuai realita nyata. Sebagai contoh di masa pandemi covid-19, orang yang literat pastinya sudah mampu bersikap, membaca situasi yang ada. Yaitu dengan mengikuti program vaksin, dan selalu mematuhi potokol kesehatan. Seseorang disebut literat jika mampu bersikap adaptip, berkontribusi positif, dan memberi manfaat solutif.
Literasi tidak akan melahirkan manusia-manusia yang literat, jika tidak didukung oleh semua pihak, siapa pun dan di manapun. Semua pihak, baik lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat harus berperan andil dalam mewujudkan manusia literat, itulah yang dinamakan literasi untuk semua. Karena pada hakikatnya tujuan utama literasi adalah mengubah keadaan gelap menjadi terang, serta membuka pintu yang masih terkunci. Sehingga akan terwujud manusia berilmu pengetahuan, memiliki cakrawala berpikir luas, berdada kuat, berhati bijak dan dan bertindak cermat.