Kata murid berasal dari bahasa Arab, yang artinya orang yang menginginkan atau menghendaki. Murid dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah orang atau anak yang sedang berguru atau belajar. Seseorang akan selalu pandai selagi terus belajar, bila dia berhenti belajar karena merasa sudah pandai, mulailah dia bodoh (maqolah ulama). Dalam pengertian lain murid diartikan sebagai anak yang memperoleh pendidikan dasar dari suatu lembaga pendidikan.
Al-Ghazali memberikan rumus bahwa tujuan pendidikan bagi murid adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Bukan untuk mencari kedudukan, harta, dan kekuasaan. Maka seyogyanya bagi murid mengetahui perihal adab dalam menuntut ilmunya.
Telah dipaparkan oleh sebagian ahli ilmu, di antara adab-adab menuntut ilmu bagi sang murid, yang pertama adalah mendahulukan kebersihan hati dari sifat-sifat tercela. Karena ilmu pengetahuan adalah nur yang suci, maka sebaiknya bagi murid mendahulukan hatinya agar mengosongkan dari sifat tercela seperti sombong, merasa pintar, riya, iri, dengki, hasud, ghibah, maksiat, dan sebagainya. Ilmu tidak terletak pada ijazah, rapor, dan gelar akademik semata, tetapi pada manfaat dan amal sebagai buahnya ilmu. Dan hal tersebut tidak mungkin terwujud tanpa hati yang bersih. Seorang gurumemberi nasihat kepada muridnya Imam Syafii. Kala itu, sang guru merasa takjub dengan kecerdasan yang dimiliki oleh Syafii. Nasihat tersebut berbunyi, “Wahai Muhammad Syafii, bertakwalah kepada Allah. Jauhilah maksiat. Sesungguhnya Allah Swt telah meletakkan cahaya di dalam hatimu maka janganlah kamu padamkan dengan bermaksiat kepada-Nya.”
Adab menuntut ilmu yang kedua adalah ikhlas dalam menuntut ilmu. Bagi murid yang sedang mencari ilmu hendaknya berniat ikhlas mencari rida Allah, mencari ilmu untuk memerangi kebodohan dan meraih kebahagian dunia dan akhirat. Hindari mencari ilmu untuk tujuan mencari kedudukan, pangkat, harta, dan ingin dihormati.
Adab menuntut ilmu yang ketiga ialah sederhana dalam makan dan minum. Berkata Lukman Hakim kepada putranya, “Wahai anakku, jika perut telah terisi penuh maka pikiran akan tertidur, hikmah akan berhenti mengalir, dan badan akan lumpuh dari beribadah.” Imam Syafii berkata, “Aku tidak pernah merasa kenyang sejak enam belas tahun silam. Karena kekenyangan itu membebani badan, mengeraskan hati, menghilangkan kecerdasan, membuat kantuk, dan melemahkan orang untuk beribadah.”
Adab menuntut ilmu yang keempat yaitu manajeman waktu. Bagi sang murid seharusnya mampu membagi seluruh waktu dan menggunakan setiap kesempatan dari umurnya, sebab umur yang tersisa itu tidak ada nilainya. Waktu yang paling ideal digunakan oleh para murid (pelajar) yaitu waktu sahur digunakan untuk menghafal. Waktu pagi digunakan untuk membahas pelajaran. Waktu tengah hari digunakan untuk menulis. Waktu malam digunakan untuk meninjau ulang dan mengingat pelajaran. Dan tempat yang paling baik digunakan untuk menghafal ilmu yaitu di dalam kamar dan setiap tempat yang jauh dari perkara yang bisa membuat lupa. Hindarilah tempat-tempat yang ramai.
Adab menuntut ilmu yang kelima adalah qanaah. Qanaah artinya menerima apa adanya, berupa segala sesuatu yang telah ia miliki yang telah didapat, baik berupa makanan, pakaian, fasilitas, serta sabar atas kehidupan di bawah garis kemiskinan ketika dalam tahap proses mencari ilmu. Imam Syafii berkata, “Orang yang mencari ilmu tidak akan bisa merasa bahagia, apabila ketika mencari ilmu disertai dengan hati yang mulia serba ada (sarat fasilitas) dan kehidupan yang serba cukup, akan tetapi orang-orang yang mencari ilmu dengan perasaan hina, rendah hati, kehidupan yang serba sulit dan menjadi pelayan para ahli ilmu (akrab dengan guru) , dialah orang yang bisa merasakan kebahagiaan.